Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Kolaka, mendorong sinergitas antar pihak dalam upaya pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Kolaka. 
Salah satu upaya dalam rangka mendorong sinergitas tersebut, digelar melalui pertemuan multi stakeholder yang diadakan di Gedung Aisyiyah Kolaka, Kamis,(18/9/2025).
Forum tersebut menghadirkan narasumber dari Kemenag Kolaka, Dr Ahmad Tanaka, selaku pemerhati anak dan Kepala DP3A Kabupaten Kolaka yang diwakili Iskandar,S.Pd,.M.Pd, serta diikuti peserta dari berbagai stakeholder diantaranya, perwakilan Pengadilan Agama, Diknas, DPMD, Organisasi perempuan, BKMT, forum anak, tokoh adat, kepala puskesmas, kepala KUA dan kepala desa program locus Inklusi Aisyiyah.
Ketua PD Aisyiyah Kolaka, Hj Andi Tendri Gau, SE, mengatakan pertemuan multi sektor ini, sebagai tindak lanjut workshop penyediaan layanan pencegahan perkawinan anak, mengingat masih tingginya angka perkawinan anak di Infonesisia.
Dr Ahmad Tanaka dalam pemaparannya mengatakan bahwa Kabupaten Kolaka dapat dikatakan berada dalam pusat masalah nasional dan dunia, hal ini berdasarkan fakta, Indonesia berada dalam urutan tertinggi ke-8 dunia dalam hal perkawinan anak, dan Kolaka sebagai bagian dari Indonesia yang memiliki masalah perkawinan anak yang sangat parah secara global. "Artinya, masalah di Kolaka tidak hanya terisolasi, tetapi berkontribusi pada posisi buruk Indonesia di mata dunia," katanya 
Karena itu Ahmad Tanaka, menegaskan diperlukan sinergi yang serius, kritis dan urgen, karena tanpa sinergi, upaya yang dilakukan akan menjadi parsial dan tidak efektif.
Sementara, narasumber dari DP3A Kolaka, H.Iskandar,M.Pd, mengatakan  perkawinan anak menjadi tanggungjawab kita semua, terkhusus orang tua. "Dan seharusnya perkawinan anak bisa ditunda dalam upaya membentuk keluarga yang unggul," katanya.
Menurutnya, data tahun 2024 perkara dispensasi kawin anak di kantor pengadilan agama menempati angka yang paling tinggi mencapai 48 persen."Jadi masalah perkawinan anak semacam gunung es," katanya.
Akibat perkawinan anak, kata Iskandar yang banyak menjadi korban adalah perempuan. Hal ini tercatat bahwa perempuan yang menikah dibawah 18 tahun tidak menyelesaikan pendidikan atau hanya tamat SMP mencapai 49,9 persen.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama